Ide tulisan ini berasal dari seorang penulis bernama Kasman Dg. Matutu yang menulis artikel Prinsip Kepemimpinan Politik Manusia Bugis. Dimana dalam tulisan tersebut banyak bercerita tentang konsepsi kepemimpinan yang dibentuk oleh local wisdom dalam hal kepemimpinan yang menyediakan banyaknya prinsip-prinsip dasar yang dapat diapresiasi secara lebih serius dalam upaya mengkonstruksi model kepemimpinan politik nasional. Dari local wisdom, dapat ditemukan semacam kearifan budaya yang demikian kuat membentuk kultur kepemimpinan lokal.
“Jangan serakahi posisi, jangan pula terlalu mengingini kedudukan tinggi. Jangan sampai engkau tidak mampu mengurus negeri. Bila dicari, barulah kamu muncul, bila ditunjuk barulah engkau mengiyakan”
Bugis sebagai salah satu lokalitas yang membangun kebhinnekaan budaya Indonesia juga memiliki seperangkat local genious (kecerdasan lokal) yang dipraktekkan dalam kehidupan kultural mereka. Dalam local genious Bugis tersebut dapat pula ditarik beberapa prinsip dasar kepemimpinan politik manusia Bugis.
Dalam hal kepemimpinan, maka hal mendasar yang ditekankan untuk diperhatikan dalam khazanah kearifan lokal Bugis adalah manusianya. Bagaimana kualitas seseorang yang akan menjadi pemimpin. Dalam Lontara Pappaseng To Riolota disebutkan sebuah pepatah Bugis, ”Duami kuala sappo, Unganna Panasa’e, Belo Kanukue” (dua hal yang kujadikan pagar, bunga nangka, hiasan kuku).
Hanya manusia yang jujur serta bersih dan sucilah yang pantas diangkat jadi pemimpin. Dengan kejujurannya, maka orang tersebut tidak akan melalaikan amanah, dengan kebersihan dan kesucian hatinya, dia tidak akan berbuat dzalim terhadap rakyatnya.
Dalam pesan yang lain, ditemukan bahwa masyarakat Bugis akan menerima seorang pemimpin yang memenuhi karekter berikut, Maccai na malempu, Waraniwi na magetteng (Cendekia lagi jujur, Berani lagi teguh pendirian). Pemimpin yang baik bagi masyarakat Bugis adalah pemimpin yang cendekia dan jujur serta berani yang dilengkapi dengan keteguhan pada pendirian yang benar.
Pemimpin tidak hanya harus pandai dan cendekia melainkan harus disertai kejujuran agar pemimpin tersebut tidak membodohi rakyat yang dipimpinnya. Sementara itu, berani juga harus tetap dilengkapi dengan keteguhan pendirian untuk melengkapi kepandaian dan kejujuran agar pemimpin tersebut tidak menjadi bermodal nekad belaka, tapi keberanian yang dilandasi pertimbangan yang matang.
Lebih lanjut, dalam Lontara Sukku’na Wajo disebutkan beberapa kriteria pemimpin yang ideal dalam konsepsi masyarakat Bugis, yaitu :
- Jujur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sesamanya manusia;
- Takut kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati rakyatnya dan orang asing serta tidak membeda-bedakan rakyatnya;
- Mampu memperjuangkan kebaikan negerinya agar berkembang dengan baik, dan mampu menjamin tidak terjadinya perselisihan antara pejabat pemerintah dan rakyatnya;
- Mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya;
- Berani dan tegas, tidak gentar hatinya mendengar berita buruk (kritik) dan berita baik (tidak mudah terbuai oleh sanjungan);
- Mampu mempersatukan rakyatnya beserta para pejabat pemerintahan;
- Berwibawa terhadap para pejabat dan pembantu-pembantunya;
- Jujur dalam segala keputusannya.
Nah, jadi saat ini sudah adakah pemimpin yang ideal dan sesuai dengan konsepsi masyarakat bugis? Maybe yes, maybe no. Mungkin ada seorang figur pemimpin yang sudah ideal menurut persepsi Anda. Namun, jangan terlalu jauh melangkah untuk mendapatkan figur pemimpin ideal di kancah nasional. Alangkah bagusnya, kalau Pemimpin Ideal yang sesuai dengan konsepsi Masyarakat Bugis adalah Pemimpin-pemimpin bangsa yang berasal dan besar di Tanah Bugis. Amin.